Minggu, 09 Juli 2023

Juli


Dari setiap tahun, Juli adalah moment yang selalu di tunggu kehadirannya, sampailah sudah di bulan ini, yang mana mulai sadar bahwa secercah harapan sebelumnya telah hilang, warna itu kini telah memudar bahkan penuh dengan mendung yang teramat pekat dan petir yang tidak terkendalikan. Sejauh ini, semakin banyak luka yang tercipta, telah runtuh, lenyap bahkan sirna.

Juli, apakah harus se-sesak ini? Apakah harus serumit ini?  Mengira ekspestasi di akhir bulan Juni telah selesai dengan semua kejanggalan, keresahan bahkan kesalahan yang diperbuat. Tapi, itu hanyalah ekspetasi saja yang terlalu tinggi, yang menginginkan sebuah harsa, yang dimana semua akan lebih baik dari sebelumnya.

Dengan rasa tidak sabar untuk mempersiapkan menyambut hari pertama di bulan Juli, ekspetasi itu spontan hilang. Awalnya sangat membingungkan dengan yang terjadi pada hari itu, lirik tak lagi terucap, pikiran yang begitu banyak tanya memenuhi isi kepala yang tak juga menemukan jawaban, bahkan batin sangat lelah. Tapi, apa lah daya hanya bisa mendengar dan menjalani semua yang terjadi.

Hingga kini belum ada sepercik ketenangan, cukup gelap untuk dijajaki. Terlalu banyak sudah angan-angan yang diimpikan sehingga banyak juga kisah yang tidak terungkap. Sampai deriknya tidak terdengar dan adanya jua tidak bisa terlihat. Serupa malam yang menyimpan banyak riwayat, senyap tak bersua.

Pada beberapa sisi dan tepian hidup ini cukup rumit untuk dimengerti, yang bukan hanya perihal siap dan tidak siap, melainkankan juga tentang kalah atau memilih tabah untuk bergerak. Akhirnya sampai di tiitik ini, titik dimana banyak liku pilu kehidupan yang memberi banyak keputusan sulit untuk diputuskan dan harus dilakoni dengan sebaik-baik peran. Ternyata semuanya memiliki akhir, bahkan pada sela-sela resah yang menanti reda.

Inilah hasil yang telah dirasakan dari sebuah usaha meracik kecewa yang paling disengaja. Tidak ada yang amerta, semuanya akan sirna. Asa hanyalah kiasan semata, yang ada hanyalah nestapa dan kenangannya.

Di episode yang ke 21 ini, hidup terasa se-memaksa itu. Tidak mudah tapi harus dibuat, tidak ingin tetap harus dijalanin bahkan belajar untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Berpetualang setiap harinya sampai fisik dan bathin hampir rusak. Semua yang dirasa, yang didengar cukup dijalani hingga tidak tahu apa yang semestinya disanggah. Tidak tahu apa yang harus diceritakan, rasa kecewa itu hanya singgah. Nestapa yang kian hari kian cepat untuk hirap. Dikarenakan riuh nya hati dan pikiran membuat keegoisan itu semakin tumbuh. Terlalu lama untuk menetap ternyata salah. Bersama dengan waktu yang lama juga cukup tidak menyenangkan. Banyaknya persepsi, argument yang diluapkan sehingga kenyamanan itu hilang.

Sejauh ini kata maaf sudah terlalu berlebihan hingga melupakan apa yang harus diprioritaskan. Terlalu patuh untuk melayani hal yang membuat diri gamang akan amarah. Kini keberanian itu belum hadir untuk membantu memberi arah dari semua alasan yang masih tersimpan. Kini ketegasan itu belum sepenuhnya bisa menjelaskan perihal yang sempat membuat sesak.

Dengan berpetualang di level ini, kembali merayakan kecemasan-kecemasan berikutnya. Berperang dengan pertanyaan ‘kapan’ yang tidak ada ujungnya, fase dimana you not found anyone who can help your life. Inilah titian menuju tempat yang paling amerta maka sebab itulah harus susur jalur ikut alur dengan tertatih, letih, sesekali bersimpuh. Hidup yang senantiasa berubah rupa, kadang teduh, kadang panas terik. Akan tetapi satu hal yang harus dimengerti bahwa bagi sebagian orang, kita hanyalah sepotong senja yang datang menawarkan sekilas warna, sebelum terganti oleh malam untuk kemudian dilupakan.

 




Sabtu, 04 Juni 2022

24 Tahun Reformasi : Demokrasi Solusi atau Ilusi

 

        24 tahun silam, saat Indonesia diterpa krisis moneter, terjadilah sebuah perubahan sosial dan politik pada periode 1998-1999 yang melahirkan reformasi di negeri ini. Pada periode itu, sistem ketatanegaraan kita dituding sebagai biang kerok atau mendeknya regenerasi kepemimpinan sosial serta kepercayaan terhadap pemerintah saat itu berkurang disebabkan pemerintah tidak memihak pada kepentingan rakyat. Apalagi pemerintah saat itu dikuasai  para militer, sehingga tidak ada demokrasi saat memerintah. Kemudian, masa reformasi menjawabnya dengan tiga langkah sekaligus yaitu pembatasan masa kepemimpinan, liberalisasi politik dan ekonomi, serta amandemen dan konstitusi atau lebih bekennya terkenal dengan penyebutan 6 agenda reformasi. Secara umum reformasi merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru. Reformasi yang telah berjalan lebih kurang 24 tahun ini berhasil memunculkan pelbagai transformasi format berpolitik dengan varian metodologisnya di sektor ekonomi dan politik. Era reformasi di Indonesia tidak bisa dipungkiri melahirkan sebuah era demokrasi baru yang ditandai dengan perubahan substansial dalam proses bernegara.

        Lantaran demokrasi yang sudah redup, tepatnya pada 11 April 2022 yang lalu, terjadi kembali aksi demonstrasi akbar yang dilakukan mahasiswa di depan gedung DPR RI dengan tujuan menyampaikan aspirasi rakyat yang membawa Indonesia mengalami reformasi yang serupa pada tahun 1998 dipelopori mahasiswa.

        Secara ringkas dapat membagi sejarah gerakan bangsa dalam 4 fase besar. Yang pertama, periode pergerakan nasional (1900-1945); kedua, periode orde lama (1945-1965);  ketiga, periode orde baru (1965-1998); dan yang terakhir ialah periode pasca reformasi (1998-sekarang). Semua periode tersebut tentu punya semangat gerakan dengan orientasi politiknya serta tentu ada variasi dan modifikasi penerapan demokrasi di berbagai negara, namun subtansinya berupa kedaulatan rakyat pasti tetap ada, dan tidak mungkin dihilangkan. Maka bagaimanakah terealisasinya demokrasi sejak reformasi hingga sekarang?

Polarisasi Ala Demokrasi

        Tatanan format demokrasi saat ini mengalami penyesuaian dengan perkembangan teknologi yang masif. Model demokrasi ini didefinisikan sebagai pemanfaatan teknologi komunikasi guna memajukan partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi yakni Demokrasi Digital. Namun tampak hingga hari ini, demokrasi kerap kali memunculkan polarisasi. Terlebih lagi saat mendekati tahun politik atau pemilu. Sebagian masyarakat yang dapat melihat yang tersembunyi di balik tembok besar memahami bahwa demokrasi menyimpan segala kepentingan yang terselubung dari berbagai pihak. Akhirnya, polarisasi pun terjadi. Kita pasti tidak lupa, pilpres 2014 silam telah memperjelas embrio polarisasi politik disebabkan kontestasi politik demokrasi yang antagonis. Polarisasi politik, seperti konflik dalam masyarakat, adalah suatu yang melekat dalam proses demokrasi. Fenomena polarisasi politik akibat perbedaan pilihan politik tidak akan pernah memudar walaupun pemilu sudah usai. Sebaliknya, tumbuh makin subur daalm demokrasi di tingkat nasional dan lokal, bahkan pada level internasional sekalipun sebab hal ini telah menjadi watak bawaan dari demokrasi itu sendiri. Terlalu lama rasanya melihat semrawutnya implementasi dari kebijakan setengah hati. Namun jika dimaklumi kubangan demokrasi membuat syahwat kekuasaan lebih mendominasi daripada nurani.

        Terlepas dari adanya intervensi demokrasi dalam ekonomi, politik, sosial dan budaya maka patut direnungkan kembali apakah sistem ini mampu menjadikan Indonesia lebih baik? Kenyataannya, sejak Indonesia merdeka, mulai dari rezim Soekarno hingga Jokowi, kehidupan masyarakat makin sulit saja. Walhasil, pertanyaan mendasarnya adalah mengapa meski rezim terus berganti, semua pemimpin terpilih malah menetapkan kebijakan yang menzalimi rakyat?

        Secara ringkas, prinsip utama demokrasi adalah kedaulatan rakyat(1), dimana rakyat diberi hak untuk membuat undang-undang serta memilih pemimpin untuk menjalankan undang-undang tersebut. Demokrasi hanya menjadikan sesuatu itu legal atau ilegal, jika disetujui oleh mayoritas manusia yang duduk di parlemen dengan menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Ketika manusia jadi pembuat hukum, yang terjadi hukum hanya berpihak kepada segelintir manusia dan menyengsarakan sebagian besar manusia lainnya. Kedua, demokrasi yang terjadi adalah penjajahan(2), awalnya demokrasi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membuat aturan dan memilih pemimpin yang mereka kehendaki. Namun kenyataannya yang terjadi adalah sekelompok kecil rakyat yang memiliki uang dan kekuasaan melakukan berbagai rekayasa, sehingga semua aturan dan pemimpin selalu mengabdi kepada kepentingan mereka. Atau dengan kata lain yang terjadi adalah penjajahan sebagian kecil terhadap sebagian besar lainnya. Bagaimana pun juga rakyat kondisinya beragam, ada yang miskin, berkecukupan kaya, bahkan sangat kaya sampai menguasai industri media dan industri strategis lainnya. Ketika demokrasi membuka pintu seluas-luasnya kepada rakyat untuk menentukan jalannya negara, sangat mudah ditebak kelompok yang sangat kaya tadi tidak akan tinggal diam. Mereka akan terus berusaha untuk menjaga dan mengembangkan kepentingannya. Akhirnya demokrasi berubah total dari kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan konglomerat.  Hanya ada satu syarat agar penjajahan berjalan mulus, negara-negara yang akan dijajah juga harus menerapkan demokrasi. Alasannya sederhana, jika demokrasi terbukti menguntungkan mereka di luar negeri, maka pasti juga berhasil menguntungkan diluar negeri. Akhirnya dengan pelbagai cara mereka berupaya sekuat tenaga agar demokrasi terus menjadi sistem operasi baku di setiap negara. Ketiga, demokrasi menyuburkan korupsi berjamaah(3), seperti yang kita ketahui dalam demokrasi rakyat memilih calon-calon pemimpin legislative dan eksekutif. Agar terpilih, mereka membujuk dan merayu rakyat melalui program kampanye pemilu yang sangat mahal sehingga kebutuhan dana kampanye yang besar inilah yang kemudian jadi sumber persoalan. Selain itu, korupsi juga menjangkiti lembaga yudikatif yang biasanya terjadi ketika lembaga ini sedang mengadili persengketaan antar calon kepala daerah. Salah satu pihak yang bertikai menyuap hakim agar dialah yang dimenangkan.

        Maka tidak mengherankan lagi, sebenarnya hanya dengan melihat sejarah lahirnya demokrasi, kita sudah punya alasan kuat untuk membuangnya. Karena jika masih mengadopsi demokrasi sama halnya seperti kita melihat orang sehat yang menginjeksi racun kemoterapi ke tubuh sendiri. Demokrasi juga tidak memberikan apapun kecuali kerusakan luar biasa. Kerusakan demi kerusakan inilah yang sekarang melumat negeri-negeri, termasuk Indonesia. Sengsara disebabkan dieksploitasi penjajah dan nista karena dicabik-cabik korupsi berjamaah.

“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang sangat mengagumkan--untuk anjing”

-          Edgar Allan Poe  -






Senin, 28 Februari 2022

Siklus Kegagalan Demokrasi

 Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, menegaskan munculnya berbagai pernyatan bersahutan yang dilontarkan oleh beberapa ketua umum partai politik untuk menunda pemilu, menunjukkan bahwa sistem demokrasi di Indonesia masih dikuasai oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan rakyat. Pemerintahan yang dikuasai oleh kelompok tertentu dalam mengatur dan menjalankan sistem kepemerintahan dan kenegaraan, dalam khasanah ilmu politik lazim disebut oligarki. 

"Semua rakyat Indonesia sangat paham dan tahu bahwa pemilihan umum baik itu Pilpres, Pileg maupun Pilkada, dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sebagaimana termaktub dalam UUD dan UU lainnya. Meski dalam sejarah pemilu di indonesia, pernah juga dilaksanakan lebih  atau kurang dari lima tahun, itupun dengan alasan yang sangat krusial,'' kata Nasrullah, di Jakarta, Sabtu (26/2/2022).

Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  menyebut elite politik malah sibuk berusaha melanggengkan kekuasaan di saat warga kesulitan dalam mendapatkan minyak goreng. Hal itu dikatakanya  terkait wacana penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, para elite seharusnya lebih fokus menyelesaikan masalah rakyat, seperti minyak goreng yang langka dan harga kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu maupun tempe yang melonjak.

"Ini yang di atas kenapa memikirkan melanggengkan kekuasaan? Sedih sekali rasanya, bukan fokus bagaimana menghadirkan solusi minyak goreng yang langka dan mahal yang sulit didapatkan hari ini, tapi kok bicaranya melanggengkan kekuasaan," kata dia, dalam sambutannya di pelantikan DPD Demokrat Banten, melalui konferensi video, Sabtu (26/2).

Inilah fakta yang menjadikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menjadi luntur sehingga timbullah fenomena apatis saat pemilu alias golput. Kecurangan pemilu memang bukan hal yang baru, bahkan keberadaannya dianggap konsekuensi logis sebagi proses menuju pendewasaan berdemokrasi. 

Bahkan pasca reformasi berbagai persoalanpun tak kunjung terselesaikan. Tadinya banyak pihak berharap dari sistem politik yang demokratis akan melahirkan kesejahteraan dan kemaslahatan. Namun, yang muncul justru UU yang semakin liberal yang berpihak kepada pemilik modal. Ketika berbicara tentang demokrasi, kita berbicara tentang substansinya, yaitu kedaulatan rakyat. Di mana rakyat sepenuhnya berdaulat dalam memilih pemimpin, berdaulat dalam memilih aturan yang mereka inginkan. 

Benarkah Demokrasi Berpihak Kepada Rakyat? 

Sudah bukan rahasia lagi biaya politik dalam sistem demokrasi sangatlah mahal. Siapa yang bisa mengantarkan pemimpin untuk meraih kursi kekuasaan menjadi tuannya. Demokrasi hanya mengandalkan etika dalam berpolitik agar kerakusan ditampakkan dengan cara yang elegan, lahirlah oligarki yang menguasai tampuk kekuasaan. Inilah mengapa pemilu yang bersih tidak akan mungkin bisa diwujudkan selama sistem demokrasi menjadi pijakan. Para cukong dan pemodal asing yang bisa membiayai biaya politik yang mahal. Akibatnya, pemimpin tidak berdaya di hadapan orang-orang yang sudah membiayai aktivitas politiknya untuk meraih kekuasaan. Jadi tidak heran banyak pemimpin kita yang memilki kekayaan fantastis jumlahnya karena kedekatannya dengan para pemilik modal dengan memberi kemudahan pada pemodal untuk menguasai kekayaan milik rakyat sekaligus mengeksploitasi SDA milik ummat atau bahkan mereka sendiri yang menjadi pemodal. Jadi jangan heran jika kita jumpai pejabat publik yang sekaligus sebagai pengusaha. 

Rakyat disuruh prihatin dengan berbagai problematika yang terjadi, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga kebutuhan dasar sekalipun. Inilah hasil presentasi dari sistem ini, berpihak pada rakyat hanyalah slogan kosong tanpa bukti nyata. Rakyat sudah muak diperalat dan saatnya rakyat butuh solusi hakiki dengan sebuah sistem yang akan berpihak pada rakyat.   

Kemorosotan dan Kerancuan Berfikir 

Salah satu kemorosotan berfikir yang dialami rakyat/umat ketika mereka tidak mampu membedakan mana ide-ide netral, dan mana ide-ide turunan akidah tertentu. Sehingga sesuatu yang harusnya ditolak justru diterima, dan sesuatu yang boleh diterima justru ditolak. Bahkan banyak rakyat masih gamang tidak bisa membedakan mana ide-ide netral yang boleh diterima, mana ide-ide yang berasal dari akidah selain islam yang harus ditolak, termasuk dalam menilai demokrasi. Sehingga banyak yang menyangka ia adalah netral dan ini merupakan sebuah kesalahan fatal. Inilah pola pikir yang didogmakan pengusung demokrasi kepada masyarakat. Sekalipun demokrasi belum memiliki negara ideal dan konsepnya belum final, tetapi pemujanya menganggap inilah satu-satunya jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Kerusakan demokrasi berasal dari pijakan dasarnya yakni menjadikan suara rakyat sebagai suara tuhan. sehingga aturan yang dipakai dalam menjalani kehidupan adalah aturan buatan manusia yang di mana demokrasi mampu meyakini manusia sebagai pembuat hukum, bukan tuhan sedangkan kita mengetahui bahwasanya manusia mempunyai kekurangan-kelebihan, bersifat lemah dan terbatas. . 

Dengan demikan, apa yang membuat kita masih percaya dan mau mempertahankan demokrasi ? Setelah kita mengetahui betapa bobrok dan busuknya sistem yang dijadikan mercusuar negri kita. Rasanya sudah cukup ratusan hingga ribuan fakta yang kita lihat dan alami menyadarkan kita akan kerusakan sistem ini.  Maka cara untuk berlepas diri dari sistem demokrasi ini adalah dengan tidak membenarkannya, menyebarluaskannya atau mendiamkannya tapi menggantinya dengan sistem yang  telah terbukti keshahihannya membawa ummat pada kesejahteraan yang hakiki yakni sistem islam.


Sabtu, 27 November 2021

Mencoba Mencari Keindahan dalam Kesederhanaan


Hujan mengguyur bumi yang tak peduli penghuni bumi sedang bahagia atau berduka, memberikan nuansa dingin untuk tidak beranjak pergi. Masa-masa antara manusia bergantian dan tiada merata.

Hari ini bagi seseorang dibuatnya berjaya, lain hari bagi lainnya dibuatnya berada dalam kecewa dan merana. Kejayaan di dunia tiada yang abadi dan tiada lama seraya pergi tiada kembali. Namun semua ini jarang disadari, pergantian masa merupakan bagian sunnah Illahi.
Sekejap memejamkan mata supaya tidak mendengar atau merasakan apapun seperti mati rasa hingga rasanya seperti membekukan panca indera. Seolah perlahan-lahan melumpuhkan semangat yang ada. Tapi bagaimana lagi ia datang bahkan tanpa diminta. Sebisa mungkin untuk dilenyapkan, meski usaha telah kukerahkan, apalah daya aku hanya manusia biasa.

Aku menarik nafas berat, bahwa benar adanya ada sesuatu yang memberatkan pikiran, sesuatu yang hilang dalam diriku tapi aku tidak memilikinya. Sesuatu yang menyesakkan dada tanpa pernah punya awalan.

Saat otak terjebak dalam kotak, membuat akal jadi tumpul dan pemikiran terkungkung. Sayangnya, kotak yang menyekat otak itu abstrak, mengurung otak sampai membuat ia terjajah. Sehingga, untaian-untaian kata mencoba membelah analisa-analisa realita yang terjerat oleh berbagai problematika.

Pada akhirnya kembali mencoba hanyut dalam habits yang setidaknya pikiran dan hati bisa lebih tenang walau tidak sepenuhnya bisa merasakannya. Ketenangan dari berbagai pikiran duniawi dan ragawi. Sekilas segi ragawi, beberapa perkara mengundang percaya. Pergantian cuaca sering merubah rasa dan arah.

Siapapun kita, tentu pernah melabuh dihati salah satu pencipta-Nya. Segala tingkah yang gelap tertumpah di cerita kehidupan yang lalu, yang tak paham cara berbenah. Ada yang saat ini tengah memeluk bahagia, ada pula yang sedang terperangkap paksa dalam ragam masalah. Tanpa disadari sekuat ini permainan rasa jika tidak dapat mengendalikannya maka dia yang akan mengendalikan.

Sembari menghela nafas, ternyata memikirkan hal-hal semacam itu memang telah menguras pikiran dan membawa pergi semangat membawa yang selama ini kupunya. Tetapi siapa sangka saat seperti ini, menyakitkan? Tentu saja, jangan tanya.

Akan tetapi kurasa tidak semua orang berkesempatan hanyut dalam kondisi yang menyakitkan seperti ini, ketika impian menjadi tanda tanya (?). Bahkan jawabannya belum tentu menyenangkan, bisa jadi sampai kapanpun juga jawaban itu tidak akan pernah terjawab. Namun tidak masalah dengan segala konsekuensi yang dirasakan nantinya.

Ingin mendefinisikan semua yang tertanam dihati adalah murni karena fitrah manusia, namun aku terlalu cepat dan tak baik untuk kedepannya. Sudahlah..

Kali ini, tak ingin menyimpulkan sesuatu terlalu cepat, sebab hati bisa saja keliru tentang dua kemungkinan. Antara sungguhan dan obsesi semata.
Definisi titik terbawah adalah pasrah. Namun bila diam tak pernah berbenah, itu salah jika tidak ada yang berubah.

Tidakkah kau tau? Titik ini hanyalah salah satu permulaan di perjalanan menuju kehidupan. Sejatinya, tidak semua kebahagiaan perlu diceritakan sebab banyak hati yang perlu dijaga, pun dengan kesedihan tidak harus semua orang tahu karena mereka hanya mendengarkan tanpa peduli, inginnya selalu diperhatikan.

Maka dari itu bagi yang telah menemukan, bagi yang telah berada pada jalurnya, percayalah. Menjaga dan mengembangkan bukan hal yang mudah, meraih saja bukan hal yang mudah apalagi menjaga dan mengembangkannya.

Ditengah hiruk pikuk dunia dengan segala problematika yang pelik, menjaga dan mengembangkan tetaplah sebuah keharusan. Akan tetapi hidup tak selalu harus memilih antara harus dan perlu. Bisa jadi hari ini dilatih karena harus, dan besok kita perlu. Bila sudah menyadari.

Ada banyak kenikmatan hidup apabila bisa lepas dari keharusan, dan memandang bahwa yang memerlukan semua yang awalnya diharuskan. Oleh karena itu yang lari dari sesuatu belum tentu lari menuju sesuatu. Tapi yang lari menuju satu tujuan, tak peduli dari mana ia mengawali larinya sebab ia perlu tak hanya harus.

Sepertinya, dunia tidak akan pernah berhenti membuat kita bertanya. Dengan bertanya " Kapankah saat itu akan datang? " dan " Apakah ini akan berhasil? ". Semua menjadi angan-angan tanpa usaha disertai do'a. Hei, yang sedang melamunkan angan dan cita, Apa yang mesti dilakukan untuk mengetahui rasamu itu? Menghabiskan waktu untuk menunggu? Harusnya bisa lebih bijak dari itu. Tentang layak atau tidaknya hidup sesuai impian yang sederhana.

Sesederhana impian untuk hidup yang membawa manfaat bagi manusia lainnya dan saat rencana tidak berjalan sesuai kehendak, semoga hati tetap damai menerima kehendak-Nya.

Jumat, 05 November 2021

Cara Yang Berbeda

Fitrah manusia memang bukan hidup sendirian. Manusia butuh orang lain untuk berbagi, butuh orang lain untuk tumbuh bersama, butuh agar hajat hidup dapat terpenuhi. Begitulah Allah mendesain manusia.


Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan lainnya bahkan setiap insan mempunyai keinginan serta kebutuhan yang berbeda. Pun mekanisme pandangan setiap orang itu beragam  dalam menyikapi segala sesuatu sebab setiap diri kita memiliki program-program yang mengatur semua respons yang datang dari luar.


Siapa sih yang tidak ingin membuat banyak mata takjub dan banyak lisan membicarakan tentang kehebatan bahkan setelah menghadap Sang Khaliq? Pasti semua ingin. Sederhananya kebiasaan adalah penentu nilai pribadi seseorang serta membentuk kepribadian dimata orang lain yang membuat kita berharga dihadapan orang lain.


Salah satu masalah serius yang saya perhatikan di kalangan para perempuan di era sekuler hari ini, telah mencerminkan karakter perempuan yang hedonis juga permisif. Rela menghabiskan banyak biaya demi konten dan viral, tak jarang wanita saling beradu untuk mendapatkan panggung ketenaran yang tak peduli harga dirinya hanya karna ingin mendapat pujian semata. Dari tuntutan fashion masa kini, gaya hidup yang tinggi begitu sangat menghantui.


Siapa sih yang tidak ingin cantik? Tentu saja semua wanita menginginkan atau memilikinya. Ada sebagian dari mereka bertanya “ Emang cantik itu harus? Ya haruslaah, asal jangan jadi muslimah dekil karena yang dinamakan cantik itu relative.

Sehingga provokasi receh akhirnya mengkonfirmasi perempuan mengimajinasikan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan. Intinya, provokasi akan menghasilkan output perempuan yang kualitasnya ada dibawah rata-rata. Mohon maaf jika bahasanya agak sedikit frontal.


Dalam hal ini bukan serta merta bentuk penyalahan kepada perempuan melainkan hanya semacam upaya untuk menyorot fakta yang banyak yang terjadi, bahkan bukan untuk membelenggu tetapi justru semata-mata untuk meninggikan derajat seorang perempuan. Fokusnya ada faktor kerelaan untuk mengiyakan melakukan aktivitas yang berkonotasi pada kemaksiatan. Oleh karena itu, begitu besar peran yang dipegang oleh para perempuan.


Semestinya dalam hal ini semakin mendorong untuk benar-benar bijak dalam melakukan segala hal yang nantinya akan berdampak besar pada hidup kita. Dengan demikian yang dibutuhkan para perempuan dalam masa single atau mereka dalam masa penantian adalah edukasi bukan provokasi, tentunya diisi dengan hal yang provokatif atau edukasi yang berkualitas.


Begitulah manusia, siapapun itu memiliki sebuah kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan  mahakarya, kekuatan terbesar itu terdapat pada pikirannya. Namun sayangnya, kita jarang mempercayai kekuatan pikiran yang hebat itu karena kita sering terjebak dalam zona nyaman atau habits tertentu.


 

Juli

Dari setiap tahun, Juli adalah moment yang selalu di tunggu kehadirannya, sampailah sudah di bulan ini, yang mana mulai sadar bahwa secerc...