Dari
setiap tahun, Juli adalah moment yang selalu di tunggu kehadirannya, sampailah
sudah di bulan ini, yang mana mulai sadar bahwa secercah harapan sebelumnya
telah hilang, warna itu kini telah memudar bahkan penuh dengan mendung yang
teramat pekat dan petir yang tidak terkendalikan. Sejauh ini, semakin banyak
luka yang tercipta, telah runtuh, lenyap bahkan sirna.
Juli,
apakah harus se-sesak ini? Apakah harus serumit ini? Mengira ekspestasi di akhir bulan Juni telah
selesai dengan semua kejanggalan, keresahan bahkan kesalahan yang diperbuat.
Tapi, itu hanyalah ekspetasi saja yang terlalu tinggi, yang menginginkan sebuah
harsa, yang dimana semua akan lebih baik dari sebelumnya.
Dengan
rasa tidak sabar untuk mempersiapkan menyambut hari pertama di bulan Juli,
ekspetasi itu spontan hilang. Awalnya sangat membingungkan dengan yang terjadi
pada hari itu, lirik tak lagi terucap, pikiran yang begitu banyak tanya
memenuhi isi kepala yang tak juga menemukan jawaban, bahkan batin sangat lelah.
Tapi, apa lah daya hanya bisa mendengar dan menjalani semua yang terjadi.
Hingga
kini belum ada sepercik ketenangan, cukup gelap untuk dijajaki. Terlalu banyak
sudah angan-angan yang diimpikan sehingga banyak juga kisah yang tidak
terungkap. Sampai deriknya tidak terdengar dan adanya jua tidak bisa terlihat.
Serupa malam yang menyimpan banyak riwayat, senyap tak bersua.
Pada
beberapa sisi dan tepian hidup ini cukup rumit untuk dimengerti, yang bukan
hanya perihal siap dan tidak siap, melainkankan juga tentang kalah atau memilih
tabah untuk bergerak. Akhirnya sampai di tiitik ini, titik dimana banyak liku
pilu kehidupan yang memberi banyak keputusan sulit untuk diputuskan dan harus
dilakoni dengan sebaik-baik peran. Ternyata semuanya memiliki akhir, bahkan
pada sela-sela resah yang menanti reda.
Inilah
hasil yang telah dirasakan dari sebuah usaha meracik kecewa yang paling
disengaja. Tidak ada yang amerta, semuanya akan sirna. Asa hanyalah kiasan
semata, yang ada hanyalah nestapa dan kenangannya.
Di
episode yang ke 21 ini, hidup terasa se-memaksa itu. Tidak mudah tapi harus
dibuat, tidak ingin tetap harus dijalanin bahkan belajar untuk menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya. Berpetualang setiap harinya sampai fisik dan
bathin hampir rusak. Semua yang dirasa, yang didengar cukup dijalani hingga
tidak tahu apa yang semestinya disanggah. Tidak tahu apa yang harus
diceritakan, rasa kecewa itu hanya singgah. Nestapa yang kian hari kian cepat
untuk hirap. Dikarenakan riuh nya hati dan pikiran membuat keegoisan itu
semakin tumbuh. Terlalu lama untuk menetap ternyata salah. Bersama dengan waktu
yang lama juga cukup tidak menyenangkan. Banyaknya persepsi, argument yang
diluapkan sehingga kenyamanan itu hilang.
Sejauh
ini kata maaf sudah terlalu berlebihan hingga melupakan apa yang harus
diprioritaskan. Terlalu patuh untuk melayani hal yang membuat diri gamang akan
amarah. Kini keberanian itu belum hadir untuk membantu memberi arah dari semua
alasan yang masih tersimpan. Kini ketegasan itu belum sepenuhnya bisa
menjelaskan perihal yang sempat membuat sesak.
Dengan berpetualang di level ini, kembali merayakan kecemasan-kecemasan berikutnya. Berperang dengan pertanyaan ‘kapan’ yang tidak ada ujungnya, fase dimana you not found anyone who can help your life. Inilah titian menuju tempat yang paling amerta maka sebab itulah harus susur jalur ikut alur dengan tertatih, letih, sesekali bersimpuh. Hidup yang senantiasa berubah rupa, kadang teduh, kadang panas terik. Akan tetapi satu hal yang harus dimengerti bahwa bagi sebagian orang, kita hanyalah sepotong senja yang datang menawarkan sekilas warna, sebelum terganti oleh malam untuk kemudian dilupakan.